Melihat Upacara Karya Ngusaba Kedasa Kintamani, Tradisi Yang Bercampur Antara Hindu Dan Tionghoa

Jakarta - Pura Ulun Danu Batur Bangli kala itu ramai, upacara keagamaan sedang dilakukan. Dengan seragam Payas Alit khas berwarna putih masyarakat memenuhi pura yang didirikan tahun 1926 ini. Mereka terlihat khusyuk saksama mengikuti rangkaian upacara Karya Ngusaba Kedasa.

Berbeda dari upacara lainnya, upacara di Pura Ulun Danu Batur punya keunikan sendiri. Saat ritual Mepepada Agung, dua barongsai terlihat asyik menari, melakukan atraksi sembari diiringi tabuhan musik. Berjalan mengiringi tedunnya Ida Ratu Ngurah Subandar yang berstana di Konco Batur.

Halaman ramai dengan umat Hindu dan warga keturunan Tionghoa. Upacara ini menjadi bukti keanekaragaman agama dan budaya di Tanah Air. Perpaduan agama Hindu dan Tionghoa menjadi kesatuan yang apik.

Ritual Mepepada Agung bertujuan untuk menyucikan seluruh sesajen dan juga hewan korban yang akan dipersembahkan kehadapan Ida Betara-Betari di Pura Ulun Danu Batur. Peran Barongsai dalam routine Mepepada Agung bertujuan untuk menghilangkan mood negatif alam semesta beserta isinya.

Selain itu, Mepepada Agung juga untuk mensucikan seluruh sarana upakara yang akan dihaturkan dalam karya Ngusabha Kedasa. Ritual Mepepada Agung dilaksanakan sebelum Puncak Karya. Saat Mepepada Agung, Ida betara-betari juga mececingak untuk memberikan merta atau anugrah kepada seluruh masyarakat.

Gemuruh riuhnya gamelan baleganjur mengiringi rangkaian Mepepada Agung. Mengiringingi dua barongsai yang sibuk menari. Dalam prosesi itu, setidaknya melibatkan lima puluh sekea gamelan dari seluruh Bali.

Sambil membawa sesajen, mereka berjalan keliling pura sebanyak tiga kali. Beberapa sarana upakara diusung keliling pura seperti ayam, babi, kambing, kayu bakar, dan juga bagai pulakerti.

Dalam setiap prosesi Mepepada Agung serangkaian Karya Ngusaba Kedasa di Pura Ulun Danu Batur selalu dimeriahkan pementasan Barongsai. Hal ini, tak terlepas dari historis keberadaan Konco Batur yang mempunyai hubungan erat dengan warga Tiong Hoa.

Konco batur sudah ada dari zaman dulu, ini dinyatakan dalam catatan Raja Purana dan Babad Batur. Antara lain disebutkan, Konco ini adalah tempat berstananya Sang Hyang Widhi dalam wujud Ida Ratu Gede Ngurah Subandar. Yang kemudian diyakini sebagai Siwa Budha.

Routine Mapepada telah usai. Seluruh umat Hindu dan keturunan Tionghoa melakukan persembahyangan. Sembari duduk, tangan disedekapkan di depan kepala. Menunduk khusyuk penuh khidmatu untuk memohon keselamatan dan kemakmuran.

Selanjutnya dilaksanakan berbagai pertunjukan tarian. Tarian-tarian ini dilaksanakan dari berbagai banjar yang ada di seputaran Batur. Dari Baris Gede, Baris Tamyang, Baris Tombak, Baris Bedil, Baris Dadap, Tari Rejang ditarikan di Pura Batur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hubungan Dibalik Layar Indoesia-Israel Mengalami Pasang-Surut

Mengetahui Kisah Sargon Agung, Raja Pertama Yang Memimpin Kerajaan Pertama di Dunia

Mengenal sejarah Candi Jawa Timur, Sebuah Tempat Yang Menjadi Saksi Berkembangnya Beragam Agama