Mengenal Suku Batak, Yang Berasal Dari Kelompok Proto Melayu Dan Melayu Tua
Jakarta - Batak merupakan suku yang tinggal di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara. Suku ini tersebar hampir di seluruh wilayah provinsi Sumatera Utara. Dilansir dari Suku-suku Bangsa di Summatera karya Giyanto, nenek moyang Suku Batak merupakan kelompok Proto Melayu atau Melayu Tua.
Kelompok ini
berasal dari Asia Selatan dan bermigrasi ke Nusantara melalui Pulau
Sumatera. Dari semenanjung Malaya, mereka menyeberang ke Pulau Sumatera
dan akhirnya menetap di sekitar Danau Toba, Sumatera Utara.
Kelompok Proto Melayu kemudian membangun sebuah permukiman di Sianjur
Mula-Mula. Pemukiman tersebut berkembang dan menyebar ke wilayah
sekitarnya. "Ada beberapa versi tentang nenek moyang suku bangsa Batak
Salah satu versi menyebutkan bahwa nenek moyang suku bangsa Batak adalah
si Raja Batak,"tulis Giyanto.
Menurut buku Tarombo Borbor Marsada yang dikutip Giyanto, Raja Batak memiliki tiga orang putra. Ketiga anak tersebut yang menjadi awal mula marga di suku Batak
Sebelas subsuku Batak
Menurut Giyanto, Suku Batak memiliki sebelas subsuku yang tercatat. Subsuku tersebut meliputi, Batak Karo, Batak Toba, Batak Papa, Batak Simalungun, Batak Angkola, Batak Mandailing, Batak Dairi, Batak Nias, Batak Alas, Batak Gayo, dan Batak Kluet.
"Dari subsuku bangsa tersebut, ada lima subsuku bangsa yang menjadi subetnis utama Batak, yaituu Toba, Pakpak, Simalungun, Karo, dan Mandailing,"terang Giyanto. Subsuku lainnya diketahui memisahkan diri dan membentuk identitas baru menjadi suku berbeda.
Misalnya saja subsuku Gayo yang menjadi Suku Gayo
dan subsuku Nias yang menjadi Suku Nias. Suku Batak menyebar hampir di
seluruh Provinsi Sumatera Utara dan sebagian wilayah Aceh. Sebagian
besar dari mereka masih tinggal di sekitar Danau Toba.
Menurut Giyanto, Suku Batak hidup secara berkelompok dalam satu kampung
yang disebut huta atau kuta dalam bahasa Karo. Setiap huta biasanya
didiami beberapa keluarga yang masih memiliki ikatan kekerabatan.
Bahasa Batak
Suku Batak menggunakan bahasa Batak untuk berkomunikasi sehari-hari.
Setiap subetnis memiliki logat atau dialek tersendiri dalam mengucapkan
bahasa Batak Dilansir dari Warisan Leluhur karya Uli Kozok, ahli bahasa
membedakan bahsa batak ke dalam dua cabang.
Perbedaan dari kedua cabang
tersebut terlalu besar, sehingga tidak memungkinkan adanya komunikasi
antara kedua kelompok bahasa tesebut. Batak Angkola, Mandailingi, dan
Toba membentuk rumpun selatan. Sedangkan Batak Karo dan Pakpak-Dairi
termasuk ke dalam rumpun utara.
Batak Simalungun sering digolongkan ke dalam rumpun ke tiga yang berada
di antara utara dan selatan. Namun menurut ahli bahasa Adelaar, dialek
Simalungun sebenarnya berasal dari rumpun selatan. "Semua bahasa Batak berasal dari satu bahasa purba (proto language) yang
sebagian kosa katanya dapat direkonstruksi,"tulis Kozok dalam buku
tersebut.
Agama Suku Batak
Ada satu nama penting yang berhubungan dengan keyakinan masyarakat Batak
yaitu Debeta Mula Jadi Na Bolon. Sosok ini dipercaya sebagai pencipta
alam semesta dan tinggal di atas langit. Menurut Nelita Br Situmorang
dalam jurnalnya yang berjudul Eksistensi Agama Lokal Parmalim, agama
yang dianut Suku Batak awalnya disebut Parmalim atau Ugamo Malim.
"Pemeluk Agama Pamalim bersikeras dengan keyakinan yang kukuh bahwa Malim adalah sebuah agama yang mereka yakini sebagai kepercayaan yang turun temurun dari keturunan pertama darah batak,"tulis Situmorang. Dalam keyakinan tersebut, Mulajadi Na Bolon dipercaya sebagai Tuhan Yang Maha Besar tempat semua makhluk berasal. Penganut Ugamo Malim beribadah di Bundle Parsaktian atau disebut juga Bundle Pasogit.
Menurut masyarakat Batak, agama ini pertama kali berdiri pada 497 Masehi (M) atau 1450 tahun Batak. Mereka menggunakan kitab suci yang bernama Pustaha Habonoron. Ajaran Agama Kristen mulai masuk ke Suku Batak pada tahun 1863.
Ajaran agama ini dibawa para misionaris yang datang ke
Sumatera. "Namun kini mayoritas suku bangsa Batak memluk agama Kristen.
Ada juga yang memeluk Agama Islam, tetapi persentasenya masih cukup
kecil,"imbuh Giyanto.
Gereja pertama yang berdiri di wilayah tersebut adalah Huria Kristen
Batak Protestan (HKBP). Gereja ini dibangun di Huta Dame, Tarutung.
Agama Kristen masuk dan berkembang ke wilayah pelosok, termasuk Samosir,
Dairi, Karo, dan Simalungun pada tahun 1920-an. Dilansir dari Adat dan
Iman Kristen di Tanah Batak karya Togar Nainggolan, penyebaran ajaran
agama Katolik oleh para misionaris pada tahun 1930 sampai 1970 sangat
berhasil.
Jumlah pemeluk agama Katolik meningkat secara drastis dalam
kurun waktu 9 tahun. Antara tahun 1950 sampai tahun 1959, jumlah
penduduk beragama Katolik di Medan tercatat mencapai 101.550 orang yang
awalnya hanya sekitar 35.524 orang.
Rumah adat Suku Batak
Rumah adat Suku Batak berbentuk rumah panggung dengan bahan dasar berupa
kayu. Rumah adat ini disebut Rumah Bolon di kalangan Batak Toba.
Dilansir dari Analisis Arsitektur pada Rumah Tradisional Batak Toba di
Kabupaten Toba Samosir, Balinge karya Yunita Syafitri Rambe, Rumah batak
memiliki oranamen berupa ukiran dinding yang khas.
Ornamen di rumah
adat Suku Batak memiliki makna yang berkaitan dengan kesejahteraan,
keselamatan, serta perlindunga penghuni dan desanya. Motif yang banyak
ditemukan, antara lain gorga, singa-singa, dan gajah dumpak. "Rumah
tradisional Batak Toba di Balige ada dua jenis, yaitu ruma dan sopo,"
tuis Rambe.
Rumah merupakan bangunan tradisional Suku Batak yang digunakan sebagai
tempat tinggal. Sedangkan sopo berupakan bangunan yang digunakan untuk
menyimpan padi pada zaman dulu.
Kain ulos khas Batak
Ulos merupakan kain hasil budaya khas Batak. Kain ini memiliki peran
penting dalam kehidupan masyarakat Batak. Ulos secara harfiah berarti
selimut. Kain ini merupakan hasil tenun berbentuk selendang dengat theme
khas Suku Batak.
Menurut Giyanto, masyarakat setempat menganggap kain ulos sebagai
lambang kasih sayang yang dapat memberikan kehangatan. Masyarakat Batak
selalu menggunakan kain ulos hampir di setiap upacara adat yang
diselenggarakan. Kain ini menjadi komponen penting dalam upacara
kelahiran, pernikahan, kematian, dan penyambutan tamu agung.
Komentar
Posting Komentar