Kisah Sejarah Angkatan Kelima Yang Ingin Dipersanjatai Dari Buruh Dan Tani, Berikut kisahnya
Jakarta - Dilontarkan oleh BTI, ditangkap oleh Tiongkok lalu dipolitisasi oleh PKI, sebelum akhirnya ditentang keras oleh Angkatan Darat. Jagat perpolitikan Indonesia geger pada awal 1965. Pasalnya, Ketua CC PKI Dipa Nusantara Aidit dipanggil ke Istana Negara.
Saat di tangga
Istana, Aidit menyatakan kepada Bernhard Kalb dari Columbia Broadcasting
System (media Amerika Serikat) bahwa partai-nya akan mengusulkan kepada
Bung Karno untuk mempersenjatai 15 juta buruh dan tani.
Apakah betul ide untuk mempersenjatai buruh dan tani yang kemudian
dikenal sebagai Angkatan Kelima itu sebagai ide yang murni datang dari
PKI? Ada dua versi terkait soal itu.
Pertama, ide tersebut merupakan ide lama dari PKI. Menurut Antonie C.A.
Dake dalam Sukarno File 1965-1967: Kronologi Suatu Keruntuhan, usul
pembentukan Angkatan Kelima tersebut sejatinya merupakan ide dari Ketua
Barisan Tani Indonesia (BTI) Asmu.
Pada November 1964, Asmu menyerukan
kepada Presiden Sukarno agar kaum tani secepat mungkin dipersenjatai. "Argumentasinya yang terutama adalah bahwa invasi oleh Amerika Serikat ke Indonesia sudah di ambang pintu,"ungkap Dake.
Ketika ide itu sampai kepada Bung Karno lewat Perdana Menteri Tiongkok
Chou EnLai, Aidit kemudian mengeksekusinya sebagai suatu isu politik.
Menurut Rum Aly dalam Titik Silang Jalan Kekuasaan Tahun 1966, usul
pembentukan Angkatan Kelima tersebut bisa dikatakan adalah inisiatif
politik Aidit untuk melakukan semacam takeover atas suatu gagasan yang
muncul sebelumnya pada kwartal terakhir tahun 1964.
Kedua, usul pembentukan Angkatan Kelima datang dari Bung Karno sendiri.
Ceritanya, ketika bermuhibah ke Republik Rakyat Tiongkok (RRT), Si Bung
Besar mendapat masukan politik dari Pemimpin RRT Mao Zedong dan Perdana
Menteri Chou En-lai untuk mempersenjatai buruh dan tani.
Itu wajib
hukumnya, kata mereka. Supaya lebih menguatkan perjuangan melawan kaum
neo kolonialis-imperialis dalam Operasi Dwikora, Bung Karno harus
memiliki sejenis pasukan seperti Tentara Merah-nya Mao.
Chou mengatakan lebih lanjut bahwa rakyat Tiongkok telah menarik
pelajaran berharga dari perang saudara. Lawan mereka Jenderal Chan
Kai-chek dan Angkatan Perang Cina Nasionalis telah menyusupkan mata-mata
yang diturunkan dengan parasut ke wilayah-wilayah yang dikuasai
komunis.
"Sangat bermanfaatlah bahwa kaum tani setempat telah dipersenjatai,
sehingga para mata-mata itu dapat dimusnahkan,"ujar Chou seperti
dikutip oleh Dake. Sebagai bentuk keseriusan RRT, Chou En-lai (dengan disetujui oleh Mao)
berkomitmen memberikan 100.000 pucuk senjata Tjung secara cuma-cuma
kepada Indonesia.
Diharapkan dengan bantuan senjata-senjata itu,
Indonesia bisa membentuk sedikitnya 10 divisi bersenjata dari kalangan
buruh dan tani. "Sukarno sendiri bahkan dapat menjadi panglima tertinggi Angkatan Kelima,"ujar Chou.
Menurut Rum Aly, pada mulanya Soekarno seperti tertarik sedikit saja.
Kendati memperlihatkan sikap cukup menyambut baik gagasan itu namun
untuk seberapa lama dia belum menunjukkan sikap persetujuan jelas.
Agaknya, Presiden Sukarno masih memperhitungkan juga faktor reaksi dan
sikap Angkatan Darat nantinya.
Setelah Menpangad Ahmad Yani dan Menkasab A.H. Nasution menyatakan
ketidaksetujuannya dengan alasan ide itu tidak efesien (karena masih ada
Pertahanan Sipil dll), barulah Presiden Sukarno bersuara. Secara
tersirat dia menyatakan bahwa ide tersebut "penting tetapi belum
diperlukan".
Namun di sisi lain, Sukarno sendiri tidak ingin 'mempermalukan' Aidit
dan dianggap lebih mempercayai Angkatan Darat. Dalam pidato kenegaraan
pada 17 Agustus 1965, Sukarno mengakui adanya 'perdebatan sengit'
terkait gagasan Angkatan Kelima.
Ada kesan dalam pidato itu bahwa gagasan tersebut bukanlah ide yang datang dari PKI tetapi sepenuhnya merupakan idenya sendiri. "Saya mengucapkan terimakasih atas semua dukungan yang diberikan kepada gagasan saya ... Kenyataannya ialah bahwa pertahanan negara menuntut usaha maksimum dari kita semua.
Sementara artikel 30 UUD 1945 kita mengatakan 'Setiap warganegara harus punya hak dan kewajiban untuk ikut mempertahankan Negara ..."ujar Sukarno seperti dikutip oleh Atmadji Sumarkidjo dalam Mendung di Atas Istana Merdeka.
Komentar
Posting Komentar